GRESIK, BrataPos.com – Sidang kasus tindak pidana penyimpanan garam industri yang diperdagangkan menjadi garam konsumsi dengan terdakwa Achmad Boediono, Direktur Utama (Dirut) PT Garam yang berlokasi di Jl Kapten Darmo Sugondo Kebomas Gresik digelar di ruang Sidang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Gresik Senin, (9/10/17). Ahli dari jakarta, Sofian Manahara dari balai laboratorium type A bea cukai Jakarta dan juga pengurus (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Jakarta dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) sebagai Saksi Ahli.
Sidang yang diketuai majelis hakim I Putu Mahendra, tidak tanggung-tanggung 4 jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Gresik mengawal kasus tersebut. Masing-masing bernama Beatrix, Lila Yurifa Prahasti, Yudi Prastiya, dan Budi Prakoso. Sidang kali ini terdakwa juga dihadiri penasehat hukumya dan beberapa keluarga dari terdakwa.
Saksi Sofian Manahara ahli bidang laboratorium mengatakan, garam merek segitiga g kadar airnya tidak ada masalah dan itu menggunakan sampel. Sampel yang diuji masih dalam kemasan NKCL garam konsumsi peregium. Saya tidak tahu terkait garam, saya hanya sekedar informasi, katanya.
Sidang sempat memanas ketua majelis hakim sempat menegor JPU terkait menyampaikan sampel PT Garam. Tidak hanya itu sidangpun lagi-lagi memanas karena dari penasehat hukum terdakwa mempertanyakan prosedurnya Bea Cukai terkait sampel yang tidak mengacu pada SNI.
JPU Lila Yurifa Prahasti usai sidang mengatakan, keterangan ahli yang didatangkan dari Jakarta sesuai dengan dakwaan kami, dan keterangan ahli sangat bagus untuk menjadi pertimbangan kami.
“Menurut keterangan ahli, JPU menilai yudisnya 8,30 sedangkan SNI hanya 30 maka garam yang dikemas di segita g sangat jauh dibawah SNI. Menurut aturan Undang-undang maka seharusnya salah, apa lagi mutu dan kandungannya tidak sesuai dengan yang dikemas.” katanya.
Agung Prasetiyo penasehat hukum terdakwa mengatakan, masing-masing ahli itu sesuai dengan ahlinya yang dibidangnya. Dinilai kesaksian dari Bea Cukai sedikit merugikan terdakwa.
“Tipe A itu atau laboratorium yang Bea Cukai gunakan hanya sampel satu saja. Menurut kami itu tidak fair. Sebenarnya kalau JPU cermat untuk menghadirkan saksi, Indonesia kan banyak balai untuk pengujian. Namun standarnya dipakai yang mana.” katanya.
Menurut kami lanjut Agung, Bea Cukai boleh-boleh saja mempunyai standar tersendiri, akan tetapi kegunaannya apa kalau tidak menuruti pada standar SNI. Lagi pula Bea Cukai lebih banyak berkecipung dibidang inpor dan ekpor, namun PT Garam kan sudah lolos dari pengecekan Bea Cukai.
“Kalau memang JPU menggunakan standarnya bea cukai hanya untuk memperkuatkan dakwaannya saya nilai itu sudah tidak fair. Dalam kasus ini kan lebelnya dan kemasan namun kenapa JPU mengejar modium dan kadernya.” kesal Agung.
Semua yang dikerjakan oleh PT Garam atau semua produk yang sudah jadi satu kemasan itu sudah sesuai dengan standar. Sedangkan kami sempat bertanya pada saksi ahli tentang standar SNI, namun saksi menjawab tidak tahu.
“Kalau memang saksi ahli tidak tahu standarnya SNI lalu memakai standarnya siapa. Namun kalau bea cukai memakai standarnya sendiri tentunya semestinya menyertakan alasan.” jelasnya.
Sidang berjalan alot, sehingga sidang memakan waktu yang sangat panjang sampai larut malam. Majelis hakim memutuskan sidang ditunda pekan depan.(Jml)